Kamis, 20 Agustus 2009

Keterlibatan PBB

Oleh karena berbagai penghianatan kerap dilakukan oleh Belanda terhadap bangsa Indonesia, maka untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, Indonesia hanya mempunyai satu harapan, yaitu PBB. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia kemudian mengangkat persoalan Irian Barat ini ke Sidang Umum PBB ke-sembilan, yaitu pada tahun 1954.

Setelah mempertimbangkan permasalahannya, Komisi Pertama Sidang Umum PBB kemudian melakukan voting untuk mengambil 2/3 suara mayoritas, agar bisa dilakukan resolusi memanggil Belanda untuk kembali melakukan perundingan. Namun ketika resolusi ini diajukan ke Sidang Umum, ternyata hasil voting tidak mencukupi, sehingga Sidang Umum tidak bisa mengadopsi resolusi tersebut.

Pada bulan April 1955, Konferensi Asia-Afrika diselenggarakan di Bandung. Pertemuan ini merupakan pertemuan generasi pertama para pemimpin dari dua benua tersebut untuk menyuarakan tentang dekolonisasi dan mengadopsi hal-hal yang terkait dengan itu, disamping juga mendorong resolusi posisi Indonesia didalam permasalahan Irian Barat. Konferensi menghimbau Pemerintah Belanda untuk membuka kembali perundingan dengan Indonesia, dan mengharapkan agar PBB mendampingi kedua belah pihak untuk mendapatkan solusi penyelesaian perselisihan secara damai.

Dan pada tahun itu juga, dengan dorongan dari negara-negara Asia dan Afrika, resolusi mengenai Irian Barat berhasil diambil oleh Sidang Umum PBB. Isu mengenai Irian Barat kembali diangkat beberapa kali dalam Sidang Umum PBB pada tahun 1956, 1957, dan 1961, tetapi tidak ada resolusi yang dapat diadopsi pada tahun tersebut. Pada beberapa kasus, beberapa resolusi dari Sidang Umum PBB ini disangsikan, karena mendapatkan anggaran dari Netherlands.

Namun demikian, Irian Barat telah menjadi isu yang mendominasi kesadaran politik bangsa Indonesia. Mengetahui hal ini, Uni Soviet dan RRC kemudian memberikan support kepada Indonesia.

Disisi lain, AS membantu Indonesia hingga terselenggaranya KMB yang kemudian menghasilkan kesepakatan pemindahan kedaulatan dari Netherlands East Indies ke Indonesia. AS rupanya tidak bisa berpihak kepada Indonesia ataupun Belanda dalam isu Irian Barat ini. Dengan demikian maka posisi Netherland menjadi mengambang, apalagi setelah seluruh negara Eropa yang menjadi sekutu AS didalam PD II, mengambil sikap yang sama. Padahal Netherland adalah anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO), dimana AS adalah penggerak utamanya.

Oleh karena adanya support dari blok komunis dan juga sikap netral AS dalam isu Irian Barat ini, maka Pemerintah Indonesia secara wajar memberikan sikap timbal balik, karena seringkali posisi Uni Soviet dalam hal ini memperoleh voting yang tinggi di PBB. Bagi negara-negara Barat, khususnya bagi Presiden Dwight D. Eisenhower yang sangat kuat menentang komunis, situasi tersebut menggambarkan semakin dekatnya Indonesia kepada blok Timur secara ideologis.

Persepsi ini tentu saja mewarnai suasana perang dingin, sehingga akhirnya yang tersisa hanyalah sebagai isu bilateral antara Netherlands dan Indonesia. Isu Irian Barat pernah dianggap sebagai persoalan penting yang mempengaruhi perang dingin sehingga memperoleh perhatian internasional secara luas, begitulah yang tercatat didalam sejarahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar