Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara formal kembali didirikan pada tanggal 17 Agustus 1950. Dan perundingan-perundingan mengenai isu Papua, dimana biasanya adalah membahas persoalan Irian Barat, mulai diluncurkan lebih awal, yaitu pada bulan Maret. Namun karena pokok pembicaraannya belum substantif, maka masing-masing delegasi menyiapkan suatu komisi untuk melakukan kunjungan langsung ke lapangan, dan kemudian membuat laporan untuk bahan pembahasan konferensi pada akhir tahun.
Deadlock yang terjadi sebenarnya disebabkan karena kurang jelasnya maksud dari pasal kedua Piagam Pemindahan Kedaulatan. Kekurangjelasan tersebut rupanya telah memicu kedua pihak berupaya untuk sesegera mungkin sampai kepada sebuah agreement.
Pokok persoalan perundingan dalam hal pemindahan kedaulatan ini, bagi Belanda adalah apakah kedaulatan tersebut juga termasuk West New Guinea. Pihak Indonesia menuntut bahwa pokok pembahasan perundingan adalah bagaimana Irian Barat secara administratif harus dipindahkan kedaulatannya kepada Indonesia seuai dengan pasal pertama Piagam Pemindahan Kedaulatan.
Walaupun ketidakjelasan dari pasal kedua Piagam Pemindahan Kedaulatan tersebut telah menyebabkan masing-masing pihak memiliki interpretasi yang berbeda, namun tetap diharapkan adanya jalan dan titik temu. Bagi sebagian besar pengamat waktu itu, persoalan pokoknya adalah pada pertanyaan tentang sejarah dan legalitas Irian Barat sebagai bagian dari Netherlands East Indies, karena hal ini akan menjadi pertimbangan yang kuat.
Secara luas dipercaya, bahwa pada suatu waktu Belanda membutuhkan tempat sebagai wilayah teritorial yang ekslusif bagi Belanda-Indonesia, namun tetap dengan memberlakukan peraturan kolonial Belanda. Hal ini di pahami oleh seluruh pengamat sebagai sebuah kerugian bagi Indonesia, dan bisa jadi juga mengejutkan bagi bangsa Belanda, karena secara politis sangat sulit bagi Pemerintah Belanda untuk bisa dengan segera mendirikan wilayah kolonial dengan tanpa perjuangan.
Pertemuan selanjutnya akan dilakukan segera sebelum tanggal 27 Desember 1950 sebagai upaya untuk melanjutkan kembali perundingan yang mengalami deadlock. Pihak Indonesia menyampaikan catatan usulan yang menyatakan bahwa perselisihan ini dapat diselesaikan apabila Belanda mengakui secara ‘de jure’ kedaulatan Republik Indonesia atas Irian Barat, dan pemindahan kedaulatan secara administratif dari Netherlands ke Indonesia bisa diimplementasikan melalui suatu perencanaan bersama pada pertengahan tahun 1951.
Indonesia juga menawarkan jaminan keadilan dan kepentingan kepada Belanda di Irian Barat dalam bentuk otonomi daerah sebagai sebuah rangsangan agar dihasilkannya sebuah agreement dengan Belanda. Sementara Belanda mengajukan proposal tandingan berupa penawaran pemindahan kedaulatan kepada Netherlands-Indonesia Union dimana otoritas administratif tetap dipegang oleh Netherlands dan Indonesia masuk kedalam Dewan Irian Barat dengan komposisi yang seimbang.
Bagi Indonesia, ini adalah sebuah perkembangan yang radikal dari komitmen Belanda sebelumnya dan merupakan sebuah upaya untuk melestarikan dominasi kolonial, karena itu Indonesia tidak dapat menerima proposal tersebut. Namun Belanda tetap pada pendiriannya, sehingga membuat perundingan kembali mengalami deadlock.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar