Kamis, 20 Agustus 2009

Papua Di Tengah Kecamuk Perang Dunia II

Belanda berupaya mengambil alih kembali kendali atas Indonesia melalui operasi penyerbuan militer yang dimulai sejak dekade ke-5 abad 20, di tengah-tengah berkecamuknya Perang Dunia Kedua (PD II). Pada waktu itu kekuatan militer bangsa-bangsa Asia diserbu, dimana sebelumnya Belanda telah berupaya untuk kembali menguasai wilayah jajahannya tanpa perlu melakukan peperangan yang berarti. Sebab waktu itu Netherlands New Guinea secara administratif telah dipersiapkan dan ditempatkan sebagai sebuah provinsi dari Maluku. Pusat Pemerintahan Propinsi berkedudukan di kota Ambon, dan terdiri dari dua Keresidenan, yaitu Keresidenan Ambon yang mencakup wilayah bagian selatan Irian Barat, dan Keresidenan Ternate yang mencakup wilayah bagian utara.

Dalam waktu yang singkat, New Guinea (Papua) telah sedikit menyita perhatian dunia. Dimana PD II telah menempatkan Papua kedalam peta dunia sebagai wilayah strategis yang penting, yaitu sebagai pintu gerbang untuk menuju ke kepulauan Indonesia dan Filipina, di samping juga sebagai batu loncatan ke Asia Timur dan penyangga bagi Australia.

Jurang-jurang yang curam di hutan-hutan New Guinea merupakan senjata alamiah yang mampu menghentikan tank-tank penghancur milik tentara Kerajaan Jepang untuk menuju lebih jauh ke selatan. Karena tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan lebih jauh ke selatan, kemudian tentara Jepang mendirikan benteng yang kuat di pesisir utara Papua dan mengambil alih kota Hollandia yang kemudian dikenal sebagai ibu kota Provinsi Jayapura.

Jenderal Douglas MacArthur merebut kembali Hollandia melalui serbuan pada sebuah operasi pembersihan yang dilakukan pada bulan April 1944, dan menjadikan serbuan ini sebagai salah satu aksi militer Sekutu yang terkenal, dan merupakan langkah awal MacArthur didalam melancarkan gerakan Sekutu menuju utara, yaitu Jepang. Setelah berhasil merebut kembali Hollandia, MacArthur kemudian memimpin tentara Sekutu untuk menggelar serangkaian peperangan yang sengit dan memenangkannya di pulau Wakde dan teluk Maffin di pesisir Sansapor. Selanjutnya pada bulan Maret di pulau Biak, dan terakhir di Morotai sebelum mereka memberikan jaminan dikuasainya kembali Netherland New Guinea.

Peperangan yang paling berdarah adalah yang terjadi di pulau Biak, dimana 10.000 pasukan yang dipersiapkan oleh Jepang terus bertahan hingga tetes darah terakhir. Secara keseluruhan Operasi New Guinea yang dilancarkan oleh Sekutu ini hanya membutuhkan waktu 4 bulan, yaitu dari mulai April hingga Juli 1944.

Tetapi peperangan masih terus berlanjut pada tahun berikutnya, hingga dijatuhkannya bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki, yang pada akhirnya membuat Jepang benar-benar menyerah kepada Sekutu. Kekalahan Jepang ini kemudian dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaannya yang dilakukan oleh para pendiri Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai sebuah negara merdeka yang baru lahir, Indonesia tentunya dihadapkan pada persoalan sumber daya manusia yang masih sangat terbatas. Dan persoalannya menjadi bertambah buruk, karena ternyata Belanda kembali ke Indonesia pada bulan Oktober 1945 dengan membonceng kemenangan Sekutu. Belanda ingin melanjutkan kembali kekuasaan mereka di Indonesia.

2 komentar:

  1. yang harus kita sadari bahawa peperangan hanya akan menimbulkan derita. terbentuk atau tidaknya negara papua new genue tidaklah menjadi persoalan setiap individu di dunia berhak menentukan kemerdekaanya sendiri...

    BalasHapus
  2. Papua letaknya strategis diantara Indonesia, Filipina dan Australia

    BalasHapus