Kamis, 04/03/2010 18:47:16 WIB
Oleh: Nurbaiti
JAKARTA (Bisnis.com): Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah merenegosiasi kontrak karya (KK) PT Freeport Indonesia (PTFI) serta menambah komposisi kepemilikan saham Pemerintah Indonesia di perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Chandra Tirta Wijaya menegaskan keistimewaan KK Genarasi I yang dimiliki oleh PTFI dinilai sangat merugikan negara dan tidak berpihak kepada nasional. “Sudah saatnya pemerintah mengkaji kembali izin penambangan yang diberikan kepada Freeport. Jangan sampai negara terus dirugikan karena ini karena manfaat yang diberikan tidak optimal,” ujarnya, hari ini.
Dia menegaskan keberadaan PTFI selama ini tidak memberikan kontribusi nyata kepada negara, terutama masyarakat Papua. Apalagi, lanjut dia, posisi tawar pemerintah juga sangat lemah dalam ketentuan kontrak perusahaan tersebut.
“Mereka [PTFI] tidak memiliki kewajiban divestasi sehingga komposisi saham Pemerintah Indonesia tidak pernah bertambah. KK Freeport itu harus segera direvisi, bila pemerintah memang berpihak kepada nasional,” tutur Chandra.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengungkapkan KK Generasi I yang dimiliki oleh PTFI terlalu longgar karena hampir sebagian besar materi kontrak merupakan usulan yang diajukan oleh perusahaan tersebut selama proses negosiasi. “Isi kontrak itu lebih banyak disusun untuk kepentingan Freeport. Indonesia tidak mendapatkan manfaat yang proporsional dari perusahaan itu. KK Freeport harus direvisi dan komposisi saham nasional juga harus ditambah,” ujarnya.
Perusahaan asal AS tersebut, dia menambahkan, baik pada saat masih menjadi perusahaan tertutup (1976-1988) maupun setelah terbuka pada 1988 selama ini selalu mendapatkan keuntungan melimpah di Timika, Papua. Hanya saja, tegasnya, kalau memang pemerintah ingin meningkatkan komposisi kepemilikan saham di PTFI, pemerintah harus mencabut PP No. 20 Tahun 1994 yang mengizinkan investasi asing secara penuh 100%.
Lebih lanjut, dia menjelaskan ketentuan divestasi saham kepada pemerintah secara umum berlaku untuk semua perusahaan yang menandatangani KK Generasi V. Menurut dia, dengan adanya PP No.20/1994 tersebut menghilangkan kesempatan pemerintah untuk ikut memiliki saham mayoritas di PTFI.
Marwan memaparkan dari hasil penambang PTFI di Papua, hanya 29% produksi kosentrat yang dimurnikan dan diolah di dalam negeri, sedangkan sisanya sekitar 71% dikirim ke luar negeri di luar pengawasan langsung Indonesia.
Kendati UU Minerba No 4 tahun 2009 mewajibkan proses pemurnian kosentrat harus diolah di dalam negeri sehingga bisa memberikan multiply effect bagi perekonomian dalam negeri, PTFI tetap memiliki keistimewaan dengan kepemilikan KK Generasi I.
Dari sisi penerimaan negara, dia melanjutkan, PTFI memberikan kontribusi kepada negara dari pajak dan royalti sebesar US$4,411miliar pada 2004-2008. Di sisi lain, total pendapatan perusahaan itu dalam rentang waktu yang sama mencapai US$17,893miliar.
“Jika seluruh pengeluaran diasumsikan 50% dari pendapatan, maka total penerimaan bersih seharusnya US$8,946miliar. Perbedaan penerimaan yang merugikan Indonesia ini harus segera dirubah dengan cara merenegosiasi KK dan menambah porsi kepemilikan saham pemerintah di PTFI,” tutur Marwan.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Pertambangan dan Industri Strategis Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Sahala Lumban Gaol mengungkapkan pemerintah akan mengkaji kembali opsi penambahan kepemilikan saham di PTFI.
“Sekarang itu nilai saham Freeport sudah sedemikian tingginya, jadi rencana penambahan komposisi saham harus direview dan melalui kajian. Tentunya kami akan melihat dengan cermat benefitnya. Kalau pemerintah tidak punya channel di sana, nanti akan kita usulkan BUMN tambang,” tuturnya.
Hanya saja, dia menambahkan pemerintah kalaupun tidak ada penambahan komposisi saham, pemerintah mengharapkan PTFI melakukan kegiatan pembangunan lainnya. "Penambahan sedikit bisa tinggi nilainya. Tetapi, dalam kondisi seperti ini muncul yang skala prioritas, apakah dana yang ada untuk menambah saham atau kegiatan lain bagi pembangunan. Lihat cost dan benefit-nya," ujar dia.
Kendati nantinya tidak membeli saham PTFI, menurut dia, pemerintah kemungkinan akan menugaskan perusahaan pertambangan milik BUMN untuk membeli saham Freeport guna menambah porsi kepemilikan Indonesia.(msb)
Sumber : http://web.bisnis.com/sektor-riil/tambang-energi/1id165784.html